Peristiwa Nano-Nano yang Terbayarkan Dengan Pemandangan Atap Tertinggi Jawa
Halo
semuanya perkenalkan aku Rafi, kali ini aku akan sedikit cerita mengenai travelling yang aku lalui dan sulit
untuk dilupakan. Pengalaman travelling
ku menuju Gunung Semeru dimulai pada saat diriku berada di kelas 11 SMA di
Bogor, tepatnya pada tahun 2018. Pada
saat itu, mendaki gunung adalah jalan-jalan yang menjadi tren populer di
kalangan remaja dan aku adalah salah satu penikmatnya. Cerita ini bermula dari obrolan-obrolan singkat
di sebuah tempat les ketika jam istirahat.
Awalnya aku dan temanku hanya bercerita mengenai pengalaman menyenangkan
mendaki Gunung Gede pada kelas 10 lalu.
Namun, obrolan kami merembet pada atap tertinggi pulau jawa atau yang
biasa kita sebut Gunung Semeru. Obrolan
ini tidak membahas keindahan alam pada Gunung Semeru. Lebih serius dari itu, obrolan ini menjurus
pada perencanaan keberangkatan. Kami pun
sebagai remaja yang hobi naik gunung dan belum ada tanggungan apa-apa,
menghabiskan uang untuk hobi adalah sesuatu yang worth it. Hari esoknya, kami
pun mengumpulkan personil-personil yang ingin dan tertantang untuk mencapai
puncak yang bernama Mahameru. Terkumpul
lah 10 orang pemuda termasuk aku, yang memberanikan diri menuju Gunung Semeru.
Singkat cerita, setelah
kumpul-kumpul untuk membahas mulai dari transportasi, biaya, makanan,
perlengkapan bahkan mitos tanjakan cinta.
Kami pun mempekirakan dan memutuskan
akan travelling ke Gunung Semeru
selama tujuh hari dan itu sudah termasuk keberangkatan, camping, dan kepulangan. Karena
waktu liburan yang telah menipis, di hari terakhir menuju kepulangan kami sudah
masuk sekolah jadi kemungkinan kami akan bolos satu hari. Tetapi, menurutku tidak apa-apa lah, sekali-kali bolos tidak akan
mengurangi nilaiku juga. H-1 keberangkatan pun tiba, kami berencana
untuk berkumpul di salah satu rumah teman kami yang bernama Roid pada esok hari
sekitar jam tujuh pagi, lalu berangkat menggunakan angkot menuju Stasiun Bogor. Aku pun istirahat lebih awal sekitar jam
sepuluh malam, agar besok bisa berangkat tepat waktu. Pagi hari tiba, aku pun berangkat menggunakan
ojek online menuju rumah Roid. Aku
sampai sekitar setengah tujuh pagi, parahnya yang dateng baru setengahnya. Tetapi menurutku tidak apa-apa, karena kami
bisa packing logistik bersama seperti
tenda, flyesheet, kompor , dan lain-lain agar merata tiap carrier. Tidak terasa sudah jam 8 pagi, hampir seluruh personil
pendaki kumpul dan hanya kurang satu orang saja, dia adalah Adining. Hingga jam 9 pun dia belom datang, beberapa
dari kami mencoba menghubungi untuk menanyakan keberadaanya, akhirnya dia pun
menjawab, dia mengatakan bahwa carriernya baru aja dipake kakaknya dan dia
belom packing sama sekali. Dalam benakku, waduh belom packing, bisa
gawat kalau sampe telat, karena tiket kereta menuju Malang tidaklah murah. Kami mencoba menunggu, sembari sambat dengan
keadaan antara mendaki atau pasrah balik ke rumah lagi. Bahkan, sampai ada temanku yang tidak kenal
dengan Adining ikut kesal lantaran ia ngaret
sekali. Karena kami mendaki tidak hanya
dengan teman satu SMA namun juga ada beberapa dari SMA lain, sehingga belum
semuanya berkenalan. Sampailah pada jam
setengah 11, akhirnya adining pun datang, kami bingung antara senang atau
kesal, senangnya karena Adining sudah sampai dan kesalnya karena kereta dari
pasar senen menuju Malang berangkat jam 2 siang. Karena takut ketinggalan kereta, kami pun langsung
bergegas berangkat menggunakan angkot yang telah kami sewa, untuk menuju Stasiun
Bogor. Di dalam angkot beberapa dari
kami memarahi dan sambat kepada Adining yang telah membuat jadwal ngaret, tujuannya adalah supaya tidak
mengulangi kesalahan yang sama dan kami mencoba bilang ke supir angkot untuk
buru-buru sembari kami merasa panik. Jam
11 pun, kami sampai di Stasiun Bogor, kami berlari untuk langsung memesan tiket
kereta untuk berangkat menuju Pasar Senen.
Di tengah perjalanan, beberapa
stasiun sebelum Stasiun Pasar Senen, kereta berhenti cukup lama. Entah apa yang terjadi dengan keretanya, hal
ini membuat kami bete karena sudah sekitar
jam 1. Di sela-sela menunggu, sembari
panik, tiba-tiba ada seorang ibu yang menanyakan keberangkatan kepada salah
satu temanku. Temanku yang bernama Bonar
menjawab, bahwa kami akan berangkat menuju Gunung Semeru dengan menggunakan
kereta dari Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun di Malang. Lantas ibu tersebut kaget, kok naik kereta ini, ibu tersebut
menjelaskan bahwa kereta ini tidak sampai ke Stasiun Pasar Senen, kereta ini
akan melewati pasar senen. Beberapa dari
kami yang mendengar hal tersebut lantas panik dan kebingungan. Temanku Bonar mencoba menanyakan kepada ibu
tersebut, bagaimana kami bisa sampai ke Stasiun Pasar Senen. Ibu tersebut menjawab, bahwa ada satu cara
yaitu kami harus turun di Gang Sentiong lalu melanjutkan dengan naik ojek
menuju Stasiun Pasar Senen. Ibu itu
dengan motif ekonominya memberitahukan kami untuk mengumpulkan kartu kereta
lalu ia bayar dengan harga yang lebih murah.
Karena kami yang merasa terbantu sekaligus panik, kami mengiyakan saran
si ibu tersebut dengan cuma-cuma. Kereta
akhirnya kembali berjalan sekitar setengah 2 siang. Aku senang sekali akhirnya masih ada
kesempatan untuk melihat eloknya Gunung Semeru.
Singkat cerita, sampailah kami di Gang Sentiong, kami turun dari kereta
dan langsung berlari mencari ojek pangkalan.
Akhirnya dari kami pun langsung berangkat menuju Stasiun Pasar Senen
tanpa bertanya-tanya mengenai harga ojeknya.
Di tengah perjalanan menuju Stasiun Pasar Senen, salah satu temanku yang
bernama Rizky motornya tabrakan dengan motor lain, Alhamdulillah-nya, tidak terlalu parah kecelakaanya. Ojekku berada di belakang persis temanku itu,
aku tertawa melihatnya karena temanku seperti kura kura terjatuh, dengan carrier besar yang ia bawa. Akhirnya beberapa dari kami mencoba membantu
mengangkatnya, lalu melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Pasar Senen. Sampailah kami di Stasiun Pasar Senen, dengan
bergegas kami langsung mencetak tiket kereta dan berlari memasukki kereta
menuju Malang. 5 menit setelah kami masuk,
kereta langsung jalan, sungguh benar-benar nyaris
saja kami ketinggalan kereta. Kami pun
duduk di bangku yang telah disediakan, sembari merapikan carrier dan menghela nafas panjang setelah lelah dikejar waktu.
Pada saat di kereta menuju Malang,
beberapa dari kami memesan makanan di kantin kereta. Aku yang lapar pun ikut memesan makanan. Memang kesialan selalu mengikuti kami, kali
ini aku yang terkena kesialan tersebut.
Saat mencoba mencari uang di tas kecil untuk memesan makanan, ternyata
tas kecilku hilang. Dalam benakku,
cobaan apa lagi ini, kenapa bisa.
Akhirnya aku yang panik menanyakan teman-temanku, namun tidak ada dari
mereka yang melihat, aku pun pergi ke petugas kereta untuk memastikan ada
barang yang jatuh atau tidak, dan mereka pun menjawab tidak ada. Pikirku, mungkin ketinggalan di Stasiun Pasar
Senen saat kami buru-buru agar tidak ketinggalan kereta, aku pun menyampaikan
ke petugas kereta untuk mengamankan dan memberitahukan jika ada tas kecil yang
tertinggal di Stasiun Pasar Senen.
Beruntungnya saat itu HP kusimpan di saku celana sehingga tidak ikut
pergi meninggalkan diriku. Aku pun yang
kebingungan langsung menelfon ibuku untuk permasalahan ini. Awalnya ibuku menyuruhku untuk pulang saja,
namun setelah aku jawab bahwa aku sudah berada di kereta menuju malang, ibuku
berubah pikiran. Ibuku mencoba
menenangkanku dan ia berkata akan mentransfer sejumlah uang ke rekening temanku.
Aku pun senang sekali mendengar perkataan ibuku dan aku pun mengucapkan
terimakasih kepadanya. Namun, Aku yang
tetap khawatir akan keberadaan tas kecilku yang berisi sekitar 800 ribu dengan
kartu pelajar di dalamnya, mencoba menanyakan kembali kepada petugas
kereta. Petugas kereta tersebut menjawab
bahwa di Stasiun Pasar Senen tidak terdapat tas kecil yang terjatuh. Dengan rasa kecewa dan aku pun yang tidak
bisa berbuat apa-apa akhirnya mencoba mengikhlaskan.
Setelah 14 Jam kami berada di dalam
kereta dengan segala aktivitas seperti makan, bercanda, bermain, foto-foto dan
istirahat. Akhirnya kami sampai di
sebuah kota yang bernama Malang, pada pagi hari sekitar pukul 7. Sesampainya di Stasiun Malang, aku meminta
tolok kepada temanku yang bernama Andhika untuk menarik uang yang telah ibuku
berikan. Tujuannya adalah agar aku bisa
membayar makanan dan minuman yang telah aku pesan dengan uang temanku saat di
kereta. Selain itu juga, agar kedepannya
lebih mudah jika ada urusan bayar-membayar.
Aku yang trauma atas kejadian tersebut, kali ini aku menaruh uangku
tidak hanya di satu tempat, namun di berbagai tempat mulai dari tas, baju dan
celana, tujuannya adalah supaya ketika ada barang yang hilang masih ada uang
cadangan di tempat lainnya. Kami pun
melanjutkan perjalanan menggunakan angkot untuk menuju Pasar Tumpang. Pasar Tumpang sendiri adalah tempat dimana jeep-jeep
berangkat menuju pos pendakian Gunung Semeru yaitu Ranu Pani. Sesampainya di Pasar Tumpang, kami pun makan
di sekitar daerah tersebut untuk mengisi perut yang sudah berbunyi. Setelah makan, beberapa temanku yang belum
membeli logistik seperti roti dan air mineral, pergi menuju indomaret yang
jaraknya tidak jauh dari pasar tumpang.
Sekitar jam setengah 9, kami pun berangkat dari Pasar Tumpang menuju
Ranu Pani menggunakan jeep terbuka
dan ini adalah pengalaman pertamaku naik jeep
terbuka yang ternyata rasanya benar-benar seru.
Ketika hampir sampai ke daerah Ranu Pani, jalanan cenderung menanjak
terus, sehingga membuatku takut akan jatuh.
Tetapi untungnya mobil jeep
yang kami tumpangi tidak bermasalah, sehingga kami dapat sampai dengan selamat. Aku yang baru pertama kali ke Ranu Pani,
ternyata suhu disana dingin sekali, membuatku harus menggosok-gosokkan kedua
tangan agar hangat. Selain itu juga,
pemandangan disana benar-benar indah, deretan persawahan dan perkebunan
terasering serta pemandangan gunung-gunungnya.
Sekitar jam 10 kami sampai di pos pendakian Ranu Pani. Kami pun turun dari jeep dan salah satu temanku mendaftarkan simaksi ke loket
pendakian, kami berencana mendaki selama 4 hari 3 malam dengan pertimbangan
agar lebih santai ketika mendaki. Karena
menurutku ada benarnya, bahwa mendaki bukan soal cepat atau lambatnya melainkan
kita menikmati atau tidak. Sebelum
keberangkatan, karena suhu yang dingin, kami makan lagi dengan baso malang yang
berada di pos pendakian tujuannya adalah agar kuat ketika mendaki. Setelah selesai makan, seluruh pendaki yang
ingin mendaki di hari itu dipanggil ke dalam sebuah rumah untuk dilakukan briefing terkait pendakian Gunung Semeru
oleh petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Di ruangan briefing kami dijelaskan jalur-jalur yang boleh dilewati dan
dilarang dilewati. Setelah itu, petugas
tersebut menjelaskan bahwa setelah kalimati atau pos terakhir sebelum summit menuju Puncak Mahameru, tidak ada
asuransi yang ditanggung oleh TNBTS dan setiap kecelakaan ditanggung
masing-masing pendaki. Hal tersebut
dikarenakan trek yang curam dan sulit dengan sebagian besar berisi batu-batu. Selain itu juga, terdapat jurang yang
berbahaya. Namun, setelah briefing selesai, karena jiwa muda
membara dengan segala kesialan yang terjadi sebelum pendakian, sangat disayangkan
jika kami tidak mengunjungi Puncak Mahameru.
Pendakian
pun dimulai, kami berangkat dari pos pendakian sekitar jam 10 pagi. Kami sempat berfoto di gapura pendakian
Gunung Semeru, sebagai momen sebelum pendakian dimuai. Aku sendiri berada di paling kanan foto
dengan topi petualang yang aku pinjam dari adikku. Trek Gunung Semeru yang kami lewati, diawali
dengan pemandangan sawah dengan jalanan corn
block yang tidak terlalu curam dan cenderung santai. Jalanan tersebut kami lewati sampai ke pos 1,
dengan trek yang terbilang mudah, kami dapat melaju dengan cepat. Dari pos 1 ke
pos 2, jalanan yang dilewati mulai berubah menjadi tanah dan berbatu dengan dikelilingi
hutan. Di tengah perjalanan, salah satu
temanku, yang bernama Bonar mengalami kecapean dan meminta untuk break cukup lama, memang ia sendiri baru
pertama kali mendaki gunung sehingga wajar kalau dia belum terbiasa. Kami berhenti di bawah pohon untuk mengisi
energi dengan gula merah dan coklat. Lalu
kami melanjutkan kembali perjalanan menuju pos 3. Akhirnya setelah perjaanan yang cukup panjang
dan dingin, kami sampai di pos 3.
Sesampainya disana, kami mengambil istirahat sebentar untuk mengisi
energi dan berbincang ria sembari menikmati suara alam. Namun sayangnya pada pos 3 saat itu, langit
tertutup kabut sehingga kami tidak dapat menikmati pemandangan alam dari pos 3
yang sudah berada jauh di atas permukaan laut.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 4. Selama perjalanan menuju pos 4, trek cenderung
banyak tanjakan tinggi dan sebagian besar tanah. Singkat cerita, sampailah kami di pos 4
dengan langit yang sudah menggelap. Kami
pun berhenti sejenak untuk menyiapkan headlamp
dan melingkar untuk berdoa agar selamat sampai tempat camp di Ranu Kumbolo.
Setelah selesai berdoa, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Ranu
Kumbolo. Trek yang kami lewati seperti
menuruni bukit dengan pemandangan danau.
Awalnya aku mengira bahwa kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Aku pun berifikir, kok tidak ada yang mendirikan tenda, setelah melihat-lihat, ternyata
Ranu Kumbolo berada di sebrangnya.
Akhirnya kami bergegas untuk melanjutkan perjalanan, karena berhubung
kami belum makan makanan berat semenjak siang tadi, perut kami tidak bisa
diajak kompromi. Akhirnya sekitar jam 7
malam, kami sampai di Ranu Kumbolo yang indah namun pada saat itu diselimuti
gelap, sehingga tidak terlihat apa-apa.
Kami yang baru sampai hampir tidak bisa bersantai karena memang sudah
larut malam dan angin yang berhembus sangatlah dingin. Oleh karena itu, kami mendirikan tenda
cepat-cepat, lalu menggelar segala peralatan masak dan mulai memasak makanan
cepat saji, yaitu nugget dan
sosis. Setelah kenyang, kami pun
berbincang-bincang sembari menikmati kopi hangat, sempat tidak menyangka bahwa
bisa sampai ke Ranu Kumbolo dengan segala kesialan yang terjadi
sebelumnya. Di tengah perbincangan,
terdapat kejadian unik, yaitu tiba-tiba seseorang mengetuk tenda kami. Setelah kami tanyai, ternyata seseorang
tersebut ingin menukar makanan dengan rokok, lantaran rokoknya sudah
habis. Aku sempat berfikir, ada-ada saja
orang ini. Tetapi memang benar seperti
kata temanku bahwa orang bisa bertahan tanpa makan namun tidak bisa bertahan
tanpa rokok, lucu juga jika dipikir-pikir.
Namun lebih lucunya lagi, dari kami yang merokok, menolak untuk
memberikannya, karena beberapa dari teman kami juga butuh katanya.
Pagi
hari pun tiba, sekitar pukul 7, setelah makan sop buatan Rizky yang enak, kami
mengambil foto untuk mengabadikan momen di Ranu Kumbolo. Setelah asik-asik foto di danau yang terletak
di atas gunung, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos selanjutnya yaitu
Cemoro Kandang. Trek yang kami lewati diawali
dengan tanjakan cinta yang hanya pernah kami dengar ceritanya, namun sekarang
kami berada di atasnya. Tanjakan
cinta termasuk tanjakan yang menyulitkan
karena termasuk tanjakan yang curam.
Dengan harapan mendapatkan cinta, beberapa dari kami tidak menoleh kebelakang,
walaupun itu semua cuma mitos, namun bagi beberapa dari kami yang ngebet pacaran, tanjakan cinta merupakan
anugrah. Setelah sampai di puncak
tanjakan cinta, trek perjalanan kembali turun ke sebuah daerah yang disebut
Oro-Oro Ombo. Oro-Oro Ombo sendiri
adalah dataran luas dengan hamparan bunga berwarna ungu yang eksotis nan indah. Setelah melewati hamparan bunga yang
memanjakan mata, kami pun sampai di Cemoro Kandang. Kami mengambil istirahat sebentar untuk
mengisi energi, uniknya di pos Cemoro Kandang terdapat pedagang yang menjual
semangka potong, dan hal ini menjadi penyelamat bagi kami yang cape dan haus setelah perjalanan. Setelah santai dan leha-leha sebentar, kami pun melanjutkan perjalanan menuju
Jambangan yang memakan waktu sekitar 2 jam dari Cemoro Kandang. Di Jambangan, kami kembali istirahat untuk
mengisi energi, yang ternyata terdapat pedagang semangka, seperti malaikat
penyelamat di tengah hamparan pasir.
Dari jambangan, dapat terlihat jelas Puncak Mahameru yang berwarna
abu. Setelah itu, kami pun melanjutkan
perjalanan menuju Kalimati. Di tengah
perjalanan, Terdapat peristiwa unik sekaligus menegangkan karena salah satu
temanku, yang bernama Dahus, ketika memimpin perjalanan menuju Kalimati. Dia berjalan duluan dan jauh dengan rombongan,
mungkin karena tidak sabar ingin istirahat di tenda di Kalimati, saat memasukki
hutan, dia memutar balik ke arah aku dan yang lainnya, sambil berkata bahwa ada
babi hutan dengan anak-anaknya melintas.
Kami yang panik sekaligus takut, akhirnya memutar balik juga dan
menunggu di sekitar pos Jambangan. Setelah
menunggu cukup lama sembari tertawa-tawa karena reaksi Dahus yang kocak,
akhirnya kami mencoba memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanan, untungnya
babi tersebut sudah tidak ada. Tidak
jauh kami berjalan dari jambangan, sekitar 1 jam, akhirnya kami sampai di
Kalimati. Kami yang cape dan lapar,
langsung mendirikan tenda sembari menyiapkan alat masak, beberapa dari kami
pergi ke mata air untuk mengisi air yang habis selama perjalanan. Setelah makan, berbincang dan bersantai ria
di pos terakhir sebelum summit, kami
pun istirahat cukup awal yaitu pada pukul 8 malam. Tujuannya adalah supaya pada saat summit kami tidak kelelahan.
Sekitar jam 1 malam, aku dibangunkan oleh alarm temanku, dan aku langsung membangunkan teman-teman yang belum bangun untuk bersiap-siap menuju Puncak Mahameru. Setelah semuanya bangun, kami pun bersiap-siap dan berdoa, lalu berangkat. Sekitar 3 jam mendaki lereng mahameru, tidak ada masalah, masalah muncul ketika jalanan sudah mulai benar-benar curam sehingga memerlukan tangan untuk mendakinya. Sialnya diriku, karena tidak memakai gaiter dan sering menggunakan tangan untuk mendaki sehingga sepatu dan sarung tangan dipenuhi dengan batu kerikil. Tidak lama kemudian, temanku Bonar, dia merasa kecapean dan ingin break karena trek yang curam. Tetapi break akibat Bonar kecapean terjadi terus menerus sehingga membuatku yang berada di barisan paling belakang merasa kedinginan. Aku pun yang tidak kuat dengan belaian angin dingin Mahameru meminta untuk berada di paling depan agar diriku tidak terkena hipotermia. Karena Bonar sering kecapean, beberapa dari kami mencoba membantunya mendaki dan memberi saran untuk terus bergerak agar tidak terkena hipotermia. Kami pun berjalan dengan lambat agar Bonar dapat mengimbangi. Singkat cerita, aku yang berada pada barisan depan, sudah hampir melihat puncak. Dengan bangganya aku mengabarkan teman-teman yang lain dengan berteriak karena terharu akan perjuangan yang dingin dan sulit menuju Puncak Mahameru. Aku dan beberapa temanku yang sangat ingin berada di Puncak Mahameru, berjalan dengan cepat ke puncak sehingga kami terpisah. Bonar yang benar-benar cape karena trek yang curam menyuruh temanku yang membantu untuk duluan, karena dia ingin istirahat sejenak. Lalu aku dan temanku yang berjalan duluan akhirnya sampai di Puncak Mahameru, disusul dengan temanku yang membantu Bonar. Kami benar-benar bangga telah menaklukan Puncak Mahameru yang gagah. Kami pun mengambil foto untuk mengabadikan momen berharga dan menulis kata-kata di buku untuk di foto seperti orang-orang biasanya. Selang 30 menit kami terpana akan Puncak Mahameru, temanku Bonar tanpa bantuan oran lain, menapakkan kakinya pada Puncak Mahameru. Momen tersebut, membuatBetapa bangganya kami dapat mencapai Puncak Mahameru bersama-sama. Dia mengatakan, bahwa dirinya tiduran sebentar untuk istirahat karena suasananya enak untuk tidur, lalu dia melanjtukan perjalanan menuju puncak.
Dengan
bangga kami mengabadikan momen di atas 3676 mdpl kepada dunia, sembari
menggigil dan ngantuk. Di dalam foto
tersebut, Bonar belum sampai, karena sangat dingin dan kami pesimis Bonar dapat
mencapai puncak, akhirnya kami pun mengambil foto. Setelah foto-foto dan mengucap syukur karena
sampai dengan selamat, kami pun turun menuruni lereng Mahameru. Dengan trek yang berisi pasir dan batu
membuat kami mudah untuk turun, karena kami seperti berselancar di pasir. Tidak lama berselancar, akhirnya kami tiba di
Kalimati, tempat kami mendirikan tenda.
Karena kami telah bertempur dengan lereng Mahameru dari jam 1, beberapa
dari kami ada yang beristirahat dan ada juga yang memasak makanan. Lalu, kami merapihkan tenda dan bersiap untuk
pulang.
Singkat cerita, sampailah kami di
Oro-Oro Ombo. Karena ritme jalan kami yang
berbeda-beda, salah satu temanku, bernama Gema, dia menyarankan untuk membagi
kelompok untuk mengejar pengambilan KTP di loket pada hari ini, agar kami tidak
membolos di hari kami sekolah, karena pendakian hanya menjadi 3 hari 2 malam. Akhirnya kami terbagi menjadi dua kelompok
dan aku termasuk kelompok yang mengejar KTP.
Oleh karena itu, kami pun berjalan dengan cepat untuk menuju Ranu Pani
dan berharap tidak sampai larut malam di perjalanan. Namun karena perjalanan cukup jauh, kami pun menemui
maghrib pada pos 2, dengan suasana yang mencekam karena tidak ada lagi pendaki
yang turun. Tetapi itu tidak menghalangi
kami untuk terus melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, sesuatu yang
aneh terjadi ketika sampai di pos 1 menuju Ranu Pani, aku yang berada di paling
belakang merasa ada langkah kaki yang terus mengikuti. Aku mencoba memanggil temanku, namun tidak
ada yang menengok, aku mencoba positive
thinking, mungkin temanku sedang fokus pada perjalanan. Sampai suatu saat aku merasa diputar-putar,
lantaran pohon tempat pertama kali kami beristirahat, kami lewati
berulang-ulang. Dengan segala keseraman
karena sudah gelap sekali, kami terus melanjutkan perjalanan menuju Ranu Pani
dengan cepat. Setelah perjalanan
panjang, akhirnya kami menemui corn block
yang pertama kali kami lewati, aku pun senang sekali. Karena mengejar KTP, kami pun langsung menuju
loket Ranu Pani, namun sialnya loket tersebut sudah tutup. Tetapi tidak apa-apa bagiku karena kami
beruntung sudah sampai dengan selamat.
Tak lama kami istirahat, teman-teman yang lain sampai di Ranu Pani juga
dengan selamat. Karena sudah cape dan
lapar, kami pun langsung bersih-bersih lalu sarapan di warung makan sekitar
Ranu Pani sembari berbincang-bincang mengenai kejadian horor di pos 1 menuju
Ranu Pani. Ternyata temanku tidak mau
menengok pada saat itu karena takut dan ia juga merasa diputar-putar di dari pos 1 menuju Ranu Pani. Setelah berbincang dan bersantai ria, karena
berhubung sudah malam, kami pun beristirahat di salah satu shelter di Ranu Pani, untuk menunggu esok hari. Esok hari pun tiba, kami bersiap-siap untuk
pulang kembali ke Bogor.
Singkat Cerita, Sampailah kami di
Bogor dan esok hari sudah waktunya masuk sekolah. Namun ternyata keesokan harinya tidak ada
diantara kami yang pergi untuk sekolah karena kecapean. Dalam benakku, buat apa cepat-cepat pada saat
itu untuk turun dengan suasana yang menyeramkan jika akhirnya tidak ada yang
sekolah. tetapi tidak apa-apa pikirku, karena perjalanan menuju Gunung Semeru
dengan segala kejadian baik dan buruk yang terjadi akan selalu menjadi sejarah
yang tidak pernah aku lupakan sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar