Politik Kartel Sumberdaya Alam
Sumberdaya alam di Indonesia memiliki potensi yang melimpah yang tersebar dari sabang sampai merauke mulai dari kehutanan, perikanan, minerba dan lain-lain. Potensi ikan laut mencapai 6 juta ton tiap tahunnya, kehutanan memiliki luas 99,6 juta hektar yang tersebar di seluruh nusantara dengan segala spesies di dalamnya, dan pertambangan mulai dari batu bara sebesar 147,6 miliar ton, gas alam 2,8 triliun meter kubik dan minyak bumi 7512 miliar barel. Dengan pengelolaan yang efisien, efektif, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan maka dapat terjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Namun hal tersebut yang terkadang menimbulkan pertanyaan bagi mereka yang tidak berada pada lingkaran utama sebagai seseorang yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Apakah sumberdaya alam dimanfaatkan secara baik dan benar? Apakah benar sumberdaya alam tidak dieksploitasi besar-besaran?. Mengingat banyak beredar statistik data atau video konservatif yang berisi ‘jagalah lingkungan’ di media massa atau informasi yang secara kultural diturunkan, yang jika kita tanyakan kepada seseorang mengenai hutan di kalimantan pasti jawabannya telah dieksploitasi oleh segelintir orang.
Beranjak ke Negara Indonesia sebagai negara yang telah berubah era dari orde baru yang otoritarian menuju era reformasi yang memiliki semangat pembaharuan sebagai antitesis orde baru. Pada era reformasi ditekankan bahwa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah musuh yang nyata, dengan langkah konkret terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2003 untuk mewujudkan cita cita reformasi. Dengan dibentuknya KPK tidak membuat koruptor takut, penyuapan dan gratifikasi pada sektor SDA masih terus terjadi. Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun menyatakan korupsi di sektor sumber daya alam selama tujuh tahun terakhir mencapai 115 kasus dan melibatkan 326 orang tersangka. Korupsi Sumberdaya alam mulai dari sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan.
Kerusakan
di sektor Sumberdaya alam erat kaitannya dengan tindak korupsi yang dilakukan
oleh beberapa pihak. Salah satu contohnya korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yang terjadi di Kalimantan Tengah tepatnya di Kabupaten Kotawaringin Timur yang
dilakukan oleh Bupati Supian Hadi. Kasus
korupsi yang menjerat Supian Hadi ditaksir merugikan negara Rp 5,8 triliun dan
USD 711 ribu. Timbal balik yang didapatkan Supian Hadi diduga
berupa mobil Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan uang sebesar 500 Juta. Kasus korupsi pertambangan bauksit
menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Data
di atas didapatkan dari presentasi Hariadi Katrodiharjo pada 6 Mei 2020 mengenai
Korupsi Sumberdaya Alam. Dapat dipahami
bahwa perampasan ruang publik akibat korupsi di sektor Sumberdaya alam dapat
berakibat rusaknya lingkungan, masyarakat sekitar, dan negara.
Jika ditilik lebih lanjut KKN di sektor SDA, maka para pemain dibalik terjadinya korupsi di sektor SDA telah melakukan politik kartel. Politik kartel adalah monopoli kekuasaan yang digunakan untuk mengerakkan suatu kepentingan. Dengan lebih rinci bahwa legislatif, kepala daerah dan pebisnis (swasta ataupun pribadi) saling bekerjasama untuk memenuhi egosentris dengan instrumen negara. Legislatif berperan dalam pembuatan kebijakan dan menjalankan fungsi pengawasan mengenai pemanfaatan SDA. Hal inilah yang terkadang menyebabkan konflik kepentingan dengan penguasa dan pebisnis. Penguasa berperan dalam mengeluarkan perizinan baik itu perizinan berusaha atau perizinan penggunaan lahan di suatu daerah. Terakhir adalah pebisnis sebagai pemilik modal. Seperti kasus suap sebesar 240 juta yang terjadi Kalimantan Tengah tepatnya di Kabupaten Seruyan yang dilakukan oleh dua Anggota DPRD Kalimantan Tengah. Uang Suap tersebut bertujuan agar DPRD Kalteng tidak mempermasalahkan perizinan yang dikantongi PT BAP. Selain itu juga, pemberian uang dimaksudkan agar Komisi B DPRD Kalteng tidak melakukan rapat dengar pendapat terkait dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Sruyan, Kalteng.
Politik
kartel telah menyebabkan hegemoni korupsi pada era reformasi. Pola dari politik kartel dapat terprediksi karena
adanya KPK dan lembaga anti korupsi lainnya.
Alasan utama mengapa politik kartel ada selain dari celah untuk
manipulasi, regulasi yang dapat diubah, kekuatan mengambil ruang publik,
hukuman korupsi yang ringan dan lain-lainnya adalah karena budaya korupsi yang
telah menjamur pada tiap-tiap oknum korupsi.
Referensi
Kasus
Suap Izin Sawit, 2 Anggota DPRD Kalteng Divonis 4 Tahun (cnnindonesia.com).
CNN Indonesia. Kasus Suap Izin
Sawit, 2 Anggota DPRD Kalteng Divonis 4 Tahun. Diakses pada 6 Desember 2020,
pukul 13.15 WIB
Kasus
Korupsi Izin Pertambangan: KPK Panggil Bupati Kotawaringin Timur - Kabar24
Bisnis.com. Setyo Aji
Harjanto. Kasus Korupsi Izin Pertambangan : KPK Panggil Bupati Kota Waringin
Timur. Diakses pada 6 Desember 2020, pukul 12.15 WIB
Potensi
Sumber Daya Alam Indonesia Halaman all - Kompas.com. Arum Sutrisni Putri. Potensi
Sumberdaya Alam Indonesia. Diakses pada 3 Desember 2020, pukul 10.00 WIB
Total
326 Orang Jadi Tersangka Korupsi SDA Selama 2010-2017 (cnnindonesia.com). SAH. Total 326 Orang Jadi Tersangka Korupsi SDA
Selama 2010-2017. Diakses pada 6 Desember 2020, pukul 12.00 WIB
Komentar
Posting Komentar