Konsistensi adalah kunci dalam menasihati
Halo para pembaca!
Pada kesempatan ini, aku
mencoba menyampaikan sesuatu yang sekiranya aga santai dan dipenuhi oleh opini,
dengan artian argumentasi tidak berdasar analisis kuantitatif maupun kualitatif. Semua tulisan ini didasarkan pada pengambilan
makna secara singkat dari penglihatan yang diberikan oleh tuhan.
Paragraf pembuka di atas,
semoga menjadi appetite untuk tidak
berharap tulisan saya bakal segaris dengan teori – teori filsuf atau tokoh
hebat.
Sesuai dengan judul aku
mencoba membahas mengenai “Konsistensi adalah kunci dalam menasihati”
Di kehidupan sehari –
hari kita terbiasa untuk mendengar nasehat atau saran dari orang lain. Nasihat mulai
dari orang tua, teman, pacar, guru bahkan motivator. Biasanya nasihat disampaikan
tujuannya untuk memperbaiki suatu
keadaan dari seseorang. Misalnya guru menasihati muridnya yang suka bolos untuk
rajin masuk sekolah atau orang tua menasihati anaknya untuk melakukan sesuatu yang
positif dibanding bermain handphone
seharian.
Ada kalanya beberapa
orang akan menuruti nasihat orang lain dan ada juga yang masuk telinga kanan
keluar telinga kiri (sebatas guyonan belaka).
Mungkin mengenai penerimaan nasihat akan dikembalikan pada masing –
masing orang, karena pada dasarnya semua manusia punya nilainya tersendiri
untuk menerima masukan.
Namun yang aku pahami,
kita cenderung menerima nasihat dari seseorang yang konsisten akan perkataan
dan perbuatannya. Dengan artian, kita
akan cenderung menjalankan nasihat jika memang sudah ada bukti seseorang
tersebut melakukannya. Contohnya saja, kita jika dinasehati mengenai berhenti
membolos oleh guru yang setiap hari rajin ngajar maka kita akan cenderung
mengikuti dibanding dinasehati oleh guru yang jarang masuk kelas karena alasan
sepele (misalnya pengen main ke mall atau merokok di halaman belakang).
Hal mengenai konsistensi
juga berlaku bagi kita yang ingin memberikan nasihat kepada orang lain. Alangkah baiknya, kita mengintropeksi diri
kita terlebih dahulu sebelum menasihati orang lain. Jika teman kita malas belajar, kita nasihati
dia dengan serius untuk rajin belajar, padahal kita sendiri yang sering mengajak
bermain playstation dibanding
belajar. Maka hasilnya kemungkinan akan
masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Oleh karena itu, sesuai
judul di atas bahwa untuk membentuk suatu kepercayaan dan keyakinan akan
nasehat maka perlu adanya konsistensi antara perbuatan dan perkataan.
Makanya ada istilah yang
disebut “lelaku” sebelum melakukan sesuatu. Seseorang ahli agama akan
melaksanakan ibadah – ibadahnya sebelum dia menceritakan pentingnya ibadah
kepada khalayak luas. Tujuannya adalah untuk
mencapai perasaan, perjalanan, dan pemahaman yang sama. Pemabuk dan pendusta mungkin bisa bercerita
mengenai pentingnya ibadah kepada khalayak luas, namun sulit untuk mencapai
perasaan, perjalanan dan pemahaman yang sama dengan orang yang menjalankannya.
Sekian pemaparan singkat
mengenai “konsistensi kunci dalam menasihati”, ada baiknya jangan ditelan
mentah – mentah, karena ini sebatas “opini”.
Komentar
Posting Komentar