Mungkinkah Liberalisasi Pendidikan Terselubung Dalam Kampus Merdeka?

Hasil gambar untuk Kampus ugm





  Kampus Merdeka adalah terobosan yang dilakukan oleh Pak Nadiem Makarim selaku Mendikbud yang bertujuan untuk “memudahkan kampus dalam bergerak”. Dalam kebijakan Kampus Merdeka terdapat empat poin yang diajukan yaitu:


1 1. Kampus punya otonomi membuka program studi baru.  Syaratnya, perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta (PTN dan PTS) itu harus memiliki akreditasi A dan B.   Sebelum peraturan ini berlaku, yang boleh membuka program studi baru hanya yang sudah berbadan hukum (perguruan tinggi negeri badan hukum/PTNBH)


2 2. Perubahan sistem akreditasi kampus. Jika sebelumnya akreditasi kampus ini harus 5 tahun sekali dengan antrean yang panjang. Kini minimal 2 tahun sudah diperbolehkan mengajukan akreditasi ulang.


3 3. Memudahkan status kampus menjadi badan hukum. Jika dulu harus PTN yang terakreditasi A yang bisa berbadan hukum, Kini semua kampus negeri dan swasta dengan akreditasi A atau B pun bisa. Perubahan status PT Satuan Kerja (PTN-Satker), ke Badan Layanan Umum (PTN BLU) atau ke Badan Hukum (PTN BH) akan dipermudah.

4 4. Mahasiswa berhak mengambil mata kuliah di luar program studi sebanyak dua semester atau setara 40 SKS. Karena bentuknya kini jadi 'jam kegiatan', SKS di sini maknanya lebih luas: ia tak hanya berbentuk belajar di kelas, tapi juga termasuk "magang, pertukaran pelajar, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil". 


Dalam pelaksanaan terobosan baru Nadiem Makarim telah mengeluarkan lima Peraturan Menteri yang memayungi keempat poin yang diajukan.  Tujuannya adalah supaya terobosan tersebut memiliki legalitas dan legitimasi di negara serta kebijakan tersebut dapat diterapkan di kampus.  Peraturan Menteri yang memayungi kebijakan tersebut yaitu :


11.  Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi


22. Permendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Perubahan Perguruan Tinggi Negeri menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum 


33. Permendikbud Nomor 5 tahun 2020 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi.


44.  Permendikbud Nomor 6 tahun 2020 tentang Penerimaan Mahasiswa Baru Program Sarjana pada Perguruan Tinggi Negeri

55. Permendikbud Nomor 7 tentang Pendirian, Perubahan , Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
d
d  Dapat diartikan bahwa kebijakan Kampus Merdeka sudah disusun sedemikian rupa untuk diterapkan.


Tapi apakah kebijakan dan peraturan menteri sudah tepat sasaran ?

Mari kita bahas!!!





·       Secara Lembaga


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Nadiem sangat berorientasi pasar bebas, terutama poin ketiga, yaitu mempermudah suatu kampus jadi PTN BH.

Kepada reporter Tirto, Sabtu (25/1/2020), Ubaid mengatakan PTN BH itu sendiri adalah bentuk komersialisasi pendidikan tinggi yang "mengeksklusi anak-anak dari kalangan tidak mampu." Mempermudah kampus berbadan hukum dianggap sama saja memperluas praktik komersialisasi pendidikan. 


Mengapa PTNBH dapat dikatakan mengeksklusi anak-anak tidak mampu? 


Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH) adalah salah satu konsep penyelenggaraan perguruan tinggi selain Satuan Kerja (SatKer) dan Badan Layan Umum (BLU), dimana secara umum konsep ini membuat perguruan tinggi negeri (PTN) mempunyai otonomi lebih untuk mengatur diri mereka sendiri, dengan tujuan kampus tersebut memiliki keleluasaan dalam menyelenggarakan rumah tangganya. Disebutkan pula pada pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi, pengertian PTN berbadan hukum adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh Pemerintah yang berstatus sebagai subyek hukum yang otonom.   

PTNBH sendiri pada dasarnya memiliki otonomi penuh atas pengelola keuangan dan tenaga terdidik.  Kampus dengan dalih non-akademik akan berjuang sendiri untuk memenuhi biaya operasional.  Akhirnya kampus akan berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya, salah satu caranya yaitu dengan menaikkan biaya kuliah sehingga dapat mengeksklusi anak-anak tidak mampu.


Dengan full otonom yang diberikan kepada PTNBH dapat menyebabkakan terjadinya komersialisasi pendidikan, karena PTNBH sendiri adalah tingkatan tertinggi perguruan tinggi, uang dan harta yang diperoleh dari kerjasama antar perusahaan/lembaga akan menjadi milik perguruan tinggi.  Sehingga memudahkan terjadinya penyelewengan antara pihak perguruan tinggi dengan korporasi.


·       Secara Ideologi


Pada dasarnya, perguruan tinggi adalah wadah untuk intelektual dalam menuntut ilmu dan outputnya adalah menerapkan atau mengembangkan ilmunya.  Seperti yang sesuai dalam tri dharma perguruan tinggi.  Namun dengan kebijakan baru tersebut menyebabkan tri dharma perguruan tinggi beralih tujuan dari menuntut ilmu menjadi mendapatkan pekerjaan.  Sarjana yang diharapkan bukan sarjana yang berilmu melainkan sarjana tukang karena pendidikan seakan-akan beralih seperti industri.  Padahal industri bukanlah satu-satunya jalan keluar.  

Seperti yang dikatakan Ubaid,


"Soal kebutuhan industri itu memang penting, tapi tri dharma perguruan tinggi harus tetap didahulukan. Jika melulu tunduk pada industri, maka kampus menjadi agen-agen kapitalis yang jauh dari misi kemanusiaan," katanya


Pendidikan telah diliberalisasi, kita disibukkan untuk menjadi tenaga kerja bukan menjadi intelektual.














Komentar

Sebatang Cerita Populer

Sosialisasi, Edukasi, dan Advokasi Masyarakat Sekitar Pertambangan Untuk Mengurangi Angka Korban Konflik dan Kerusakan Lingkungan dalam Penerapan UU Minerba 2020

Tantangan Kebijakan Penangkapan Terukur Kementrian Kelautan dan Perikanan 2022

Bersinergi Mewujudkan Indonesia Emas 2045 dengan Komunitas Mengajar di daerah 3T