DAMPAK COVID 19 TERHADAP SEKTOR PERIKANAN
Dalam beberapa minggu kebelakang mungkin kita sedang
mengalami masa “di rumah aja” yang diakibatkan oleh pandemi Covid 19. Pandemi Covid 19 secara tidak langsung
menjadikan kita berhenti berinteraksi di luar bersama teman, guru, dosen bahkan
pacar. Kondisi sekarang membuat beberapa
dari kita kumpul dengan keluarga karena seperti kata pepatah “Keluarga adalah
rumah pertama” maka setelah terjadinya Pandemi yang mencekik segala aktivitas,
kita kembali ke rumah pertama. Ataupun nasib buruk kita tidak sama sekali
kembali ke keluarga karena perintah Bapak Joko Widodo yang tertuang dalam PP No
1 Tahun 2020 melarang adanya mudik, bukan pulang kampung karena hal itu berbeda
menurut Bapak Presiden tercinta kita.
Dengan segala keterbatasan aktivitas sosial akibat adanya pandemi ini
membuat kita merasa jenuh, namun diuntungkannya kita sudah berada di Era
Industri 4.0 dimana jarak tidak membatasi kita untuk berinteraksi. Walaupun tidak menghilangkan seluruh kejenuhan yang ada tetapi setidaknya dapat
mengurangi kejenuhan. Pandemi memaksa
kita menjadi perselancar di dunia maya yang memiliki jam terbang yang
tinggi. Dengan nol aktivitas
pembelajaran yang kita lakukan membuat diri kita semakin “tumpul” dalam artian
kita tidak dapat berdiskusi, berbincang langsung atau bahkan ikut seminar. Oleh karena itu pandemi ini membuat hadirnya
kreativitas yang bernama “diskusi online”.
Kian hari diskusi online semakin marak untuk menuntut
perbincangan-perbincangan mengenai keadaan yang saat ini bisa dibilang
“kacau-balau”. Mulai dari Covid 19
pastinya sebagai musuh utama pembahasan, Omnibus Law Cipta Kerja yang mau
disahkan, buruh yang tidak digaji tapi tetap kerja dan lain-lain. Sesuai kan kata “kacau-balau” yang saya buat. Tapi kali ini, saya tidak akan membahas itu
semua melainkan saya akan membahas sesuatu yang berkaitan dengan perkuliahan
yang saya ambil. Yaitu dampak Covid 19
terhadap sektor perikanan.
Ikan adalah
sumber protein utama khususnya di negara Indonesia ini, selain faktor geografis
dengan lautan yang lebih besar dari daratannya.
Indonesia menjadi salah satu produsen ikan terbesar, baik tangkapan ikan
maupun akuakulturnya. Jika dilihat dari
data, total produksi perikanan nasional tahun 2017 sebesar 23,26 juta ton, dengan perikanan
tangkap sebesar 6,04 juta ton dan perikanan budidaya sebesar 17,22 juta ton.[1]
Hal ini merupakan hasil produksi yang terhitung besar. Indonesia menempati urutan ketiga sebagi
penghasil ikan terbesar di dunia dengan sumbangsih sebanyak 3% dari PDB.[2] Sangat disayangkan, dengan menyebarnya
pandemi Covid 19 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sektor perikanan,
salah satunya adalah kegiatan jual-beli.
Dengan Covid 19 yang tidak dapat dikendalikan dan semakin darurat, maka
pemerintah melakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang
tentunya berpengaruh pada kegiatan ekonomi masyarakat.
Kesulitan
Pemasaran Ikan Budidaya
Pembudidaya ikan di Kabupaten Kulon Progo,
Yogyakarta, kesulitan memasarkan produksinya. Pasalnya serapan pasar ikan budi
daya mengalami penurunan sekitar 40 persen akibat adanya wabah Virus Corona.[3] Dampak yang ditimbulkan dari merebaknya virus
yang mengharuskan kita menjaga jarak ini adalah sepinya pasar. Jika ditilik lebih lanjut, mengapa Covid 19
berdampak besar bagi kegiatan pemasaran ikan adalah karena selama ini kegiatan
berlangsung secara tatap muka. Maka
ketika virus yang dapat menyebar dengan cepat, kegiatan jual beli otomatis
terhenti akibat sepinya pelanggan yang takut diburu oleh Covid-19 ataupun
peraturan pemerintah untuk melakukan social distancing. Memang miris, akibatnya para
pembudidaya harus mengeluarkan biaya lebih untuk pakan dan waktu yang
terbuang. Selain itu juga, akibatnya
pembudidaya ikan harus mengantre untuk memasarkan ikannya karena pasar yang
membutuhkan waktu lama untuk menghabiskan stoknya.
Penurunan Harga Ikan Tangkap
Dampak
pandemi COVID-19 yang paling dirasakan nelayan yaitu harga ikan yang turun
drastis mencapai 50 persen. Hal ini tidak sebanding dengan tenaga yang
dikeluarkan saat melaut.[4] Sedangkan Amir (50 tahun), nelayan lainnya mengatakan
biasanya menjual ikan kakap merah (Lutjanus
campechanus) Rp60 ribu/kg. Sekarang ini turun hingga Rp25-30 ribu/kg. Penurunan harga ikan, katanya, terjadi sudah
sebulanan. Meskipun harganya murah dia tetap menjual ikan hasil tangkapannya
itu. Sebab jika tidak segera dijual, ikan semakin basi. Selain ukuran, harga
ikan ditentukan dari kesegarannya[5]. Harga ikan
pada pandemi ini cenderung membuat sesak kegiatan perekonomian, khususnya
perikanan tangkap yang mengharuskan menjual ikan secara cepat melalui pelelangan. Ketika pasar mulai sepi pelanggan, otomatis
TPI akan mengalami sepi pelanggan pula yang menyebabkan terjadinya penumpukan
ikan. Penumpukan ikan menyebabkan kerugian diantaranya adalah
kualitas ikan semakin buruk dan akan mengalami basi. Lalu timbul pertanyaan di benak saya. Lantas mau dikemanakan stok ikan yang ada?
Macetnya Industri Perikanan
Dampak dari Covid 19 ini bagi industri
sangatlah besar, mulai dari buruh yang harus digaji, pengusaha yang bingung
menggaji karena pemasukan minim dan produksi yang bingung dikemanakan. Ketika melakukan diskusi online bersama
akademisi dan penggiat ekonomi di sektor perikanan yang memiliki usaha dibidang
fillet ikan. Beliau menyebutkan bahwa
stok ikan menumpuk di dalam cold storage karena kegiatan ekspor yang biasa
dilakukan mengalami pemberhentian akibat pasar yang sepi sebesat 60-70%. Pasar seperti hotel-hotel dan tempat
penginapan banyak yang berhenti akibat sepinya pelanggan dan anjuran
pemerintah. Selain itu juga, karyawan
terpaksa dirumahkan atau bahkan di PHK.
Jika karyawan masih bekerja, aturan dari pemerintah yaitu karyawan akan
dibatasi jumlahnya untuk mengantisipasi penyebaran COVID 19. Beliau menuturkan agar industri tetap jalan
di masa pandemi adalah dengan bekerjasama dengan pemerintah untuk menggaet
target pasar dan menyediakan penampungan (cold storage) yang lebih bagi
penggiat ekonomi perikanan.
Pemulihan Ekonomi Masyarakat Yang Masih Abu
Permasalahan ini mungkin terjadi tidak
hanya di masyarakat pesisir saja, namun juga di berbagai pelosok daerah. Pemerintah sebenarnya sudah mengucurkan dana sebesar
405,1 triliun terkait Pandemi COVID 19 ini.
Dengan rincian sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan,
Rp 110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial. Kemudian Rp 70,1 triliun untuk insentif
perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp 150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan
program pemulihan ekonomi nasional.[6] Kucuran dana ini mungkin cukup untuk melawan
pandemi COVID 19 ini, namun tidak ada transparansi bagaimana dana tersebut
disalurkannya seperti apa dan apakah dapat tereksekusi dengan sempurna. Berdasarkan pengamatan saya, setelah
melakukan diskusi online bersama penggiat ekonomi pesisir atau yang biasa kita
sebut nelayan. Bantuan dana tersebut
belum tepat sasaran dan masih dipertanyakan.
Pemerintah juga sedang mencanangkan baru-baru ini mengenai BLT kepada
pihak yang membutuhkan. Presiden Joko
Widodo memutuskan, pemerintah akan memberikan batuan langsung tunai (BLT)
sebesar Rp 600.000 per bulan selama tiga bulan kedepan.[7] Menteri Keuangan Sri Mulyani
menyebutkan, setidaknya ada 9 juta keluarga yang akan mendapatkannya.[8] Lagi-lagi ini menjadi pertanyaan untuk kita semua
apakah bantuan akan tepat sasaran?
Kesimpulan
Pandemi
COVID 19 menjadikan kegiatan ekonomi di sektor perikanan mengalami
kekacauan. Kerjasama antar masyarakat
dan pemerintah sangatlah diperlukan untuk melawan pandemi ini, selama
pemerintah dan masyarakat bisa bersinergis makan pengaruh dari COVID 19 akan
berkurang. Karena tidak bisa dipungkiri
bahwa sektor perikanan merupakan salah satu sektor utama penggerak perekonomian
nasional.
[1] Kementrian Kelautan dan
Perikanan. 2018. Produktivitas Perikanan di Indonesia https://kkp.go.id/wp-content/uploads/2018/01/KKP-Dirjen-PDSPKP-FMB-Kominfo-19-Januari-2018.pdf. Diakses pada 27 April 2020.
[2] Mulyani. 2019. 10 Negara
Penghasil Ikan Terbesar di Dunia . https://economy.okezone.com/read/2019/02/01/320/2012511/10-negara-penghasil-ikan-terbesar-di-dunia-ada-indonesia. Diakses pada 27 April 2020.
[3] Fakri, Fiqih. 2020. Dampak
Covid-19, Pembudidaya Ikan di Kulon Progo Sulit pasarkan Ikan Hasil Panen. https://www.merdeka.com/peristiwa/dampak-covid-19-pembudidaya-ikan-di-kulon-progo-sulit-pasarkan-hasil-panen.html. . Diakses Pada 27 April 2020.
[4]Mubarok, Falahi. 2020. Dampak
COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis. https://www.mongabay.co.id/2020/04/02/dampak-covid-19-harga-tangkapan-ikan-nelayan-turun-drastis/. Diakses Pada 27 April 2020.
[5] Ibid.
[6] Ramadhani, Pipit Ika. 2020.
Kucuran Dana Rp 405,1 Triliun untuk Tangani Pandemi Corona, Bagaimana
Penyalurannya. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4216090/headline-kucuran-dana-rp-4051-triliun-untuk-tangani-pandemi-corona-bagaimana-penyalurannya#.
Diakses pada 27 April 2020.
[7] Ihsanuddin. 2020. Jokowi Beri BLT Rp 600.000
Per Keluarga , Ini Syaratnya. https://nasional.kompas.com/read/2020/04/07/13523071/jokowi-beri-blt-rp-600000-per-keluarga-ini-syaratnya. Diakses Pada 27 April 2020.
[8] Ibid.
Komentar
Posting Komentar